Belakangan
Industri 4.0 marak diperbincangkan. Baik itu di forum atau seminar ilmiah,
ruang-ruang kelas, obrolan santai di warung kopi, hingga orasi ketua-ketua
lembaga pada acara kaderisasi. Istilah ini kerap dibicarakan berbarengan pula
dengan istilah teknologi hits lainnya seperti ‘Artificial Intelligence’,
‘Internet of Things’, ‘Machine Learning’, atau ‘Cyber-physical System’. Saya
akan sedikit membahas tentang era industri 4.0 dan bagaimana posisi Indonesia
pada era ini.
Apa itu Revolusi Industri?
Pertama, kita
lihat dulu definisi dari revolusi industri itu sendiri. Revolusi industri
secara simpel artinya adalah perubahan besar dan radikal terhadap cara manusia
memproduksi barang. Perubahan besar ini tercatat sudah terjadi tiga kali, dan
saat ini kita sedang mengalami revolusi industri yang keempat. Setiap perubahan
besar ini selalu diikuti oleh perubahan besar dalam bidang ekonomi, politik,
bahkan militer dan budaya. Sudah pasti ada jutaan pekerjaan lama menghilang,
dan jutaan pekerjaan baru yang muncul.
Revolusi Industri 1.0
Revolusi
industri pertama adalah yang paling sering dibicarakan, yaitu proses yang
dimulai dengan ditemukannya lalu digunakannya mesin uap dalam proses produksi
barang. Penemuan ini penting sekali, karena sebelum adanya mesin uap, kita cuma
bisa mengandalkan tenaga otot, tenaga air, dan tenaga angin untuk menggerakkan
apapun.
Revolusi Industri 2.0
Revolusi
industri pertama memang penting dan mengubah banyak hal. Namun, yang tak banyak
dipelajari adalah revolusi industri kedua yang terjadi di awal abad ke-20. Saat
itu, produksi memang sudah menggunakan mesin. Tenaga otot sudah digantikan oleh
mesin uap, dan kini tenaga uap mulai digantikan dengan tenaga listrik. Namun,
proses produksi di pabrik masih jauh dari proses produksi di pabrik modern
dalam satu hal: transportasi. Pengangkutan produk di dalam pabrik masih berat,
sehingga macam-macam barang besar, seperti mobil, harus diproduksi dengan cara
dirakit di satu tempat yang sama.
Revolusi Industri 3.0
Setelah
mengganti tenaga otot dengan uap, lalu produksi paralel dengan serial,
perubahan apa lagi yang bisa terjadi di dunia industri? Faktor berikutnya yang
diganti adalah manusianya. Setelah revolusi industri kedua, manusia masih
berperan amat penting dalam produksi barang-barang, seperti udah disebutkan
sebelumnya, ini adalah era industri!
Revolusi
industri ketiga mengubahnya. Setelah revolusi ini, abad industri pelan-pelan
berakhir, abad informasi dimulai. Kalau revolusi pertama dipicu oleh mesin uap,
revolusi kedua dipicu oleh ban berjalan dan listrik, revolusi ketiga dipicu
oleh mesin yang bergerak, yang berpikir secara otomatis: komputer dan robot.
Tentang Revolusi Industri 4.0
Seiring dengan
semakin berkembangnya komputer dan internet, masuklah kita ke era Industri 4.0.
Pada era ini, komputer dan robot mengubah cara kerja industri, yang semula
sekadar otomasi, sekarang semua serba terkoneksi dan dapat berkomunikasi
(bertukar data). Tidak hanya terkoneksi bertukar data, namun bahkan dapat
belajar dan mengambil keputusan sendiri, atau istilahnya sudah “smart”. Kita
mulai memasuki fase dimana “smart factory” akan marak.
Integrasi
informasi dari berbagai sumber dan lokasi dapat merubah cara berbisnis, yang
menjadi suatu siklus. Siklus ini terdiri dari tiga tahap, dan berlangsung
secara kontinyu. Informasi yang didapat secara real-time mengalir dalam loop.
Loop ini disebut pula PDP loop (physical-to digital- to physical).
Untuk mencapai proses
ini, Industri 4.0 menggabungkan teknologi digital dan physical yang relevan,
seperti analytics, natural language processing, machine learning, maupun
teknologi kognitif lainnya.
Prinsip pada Industri 4.0
Agar suatu
sistem dapat dikatakan sebagai Industri 4.0, maka harus menerapkan
prinsip-prinsip berikut:
- Interoperability — mesin, device, sensor dan manusia saling berkomunikasi satu sama lain.
- Information transparency — sistem membuat copy-an virtual dari lingkungan fisik dari data-data sensor, untuk membuat konteks terhadap informasi.
- Technical assistance — sistem punya kemampuan membantu manusia mengambil keputusan, atau membantu dalam pekerjaan-pekerjaan yang sulit atau memberatkan manusia.
- Decentralized decision-making — kemampuan cyber-physical system untuk menjadi sebisa mungkin otonom, dan dapat mengambil keputusan sederhana secara mandiri.
SWOT Indonesia dalam Menghadapi Industri 4.0
Bagaimanakah dengan Indonesia? Sudah siapkah kita untuk tidak hanya menyambut, namun juga
bersaing di era baru industri ini? Menteri Perindustrian, Airlangga Hartanto,
mengatakan harapannya Indonesia dapat menjadi sepuluh besar kekuatan ekonomi
global pada tahun 2030 dengan implementasi Industri 4.0 ini. Analisis SWOT yang
dimiliki Indonesia untuk menghadapi Industri 4.0 secara singkat dijelaskan di
bawah ini.
Strengths/Kekuatan
Dari segi
populasi, Indonesia akan mendapat bonus demografi selama periode tahun
2020–2030. Populasi penduduk pada saat itu akan didominasi oleh usia produktif
(15–64 tahun)mencapai 70 persen.
Dari penggunaan
teknologi, pengguna aktif ponsel di Indonesia terus tumbuh signifikan. Dari 55
juta orang pada tahun 2015, menuju lebih dari 100 juta orang pada tahun 2018
(diproyeksikan).
Jumlah populasi
yang aktif menggunakan teknologi merupakan kekuatan. Studi dari Jeffrey Sachs
Center (2017) mencatat, bahwa lebih dari setengah penduduk ASEAN yang berjumlah
629 juta orang berusia di bawah 30 tahun; di mana 90 persennya berusia 15–24
tahun yang familiar terhadap internet dan dunia digital. Ini merupakan modal
besar ke depan yang bisa menciptakan tambahan output USD 1 triliun, sehingga
PDB kawasan ini mencapai USD 5,25 triliun pada 2025.
Weaknesses/Kelemahan
Kemampuan
teknologi masyarakat Indonesia masih tergolong rendah. Sumber daya manusia
Indonesia masih sedikit yang memiliki kapabilitas yang dibutuhkan dalam
industri 4.0.
Opportunities/Peluang
Dari segi
jaringan, penetrasi jaringan telekomunikasi semakin membaik. Hal ini dapat
dilihat dari koneksi internet yang telah menjangkau 51,8 persen dari populasi
penduduk Indonesia. Infrastruktur jaringan menyokong penggunaan internet, yang
merupakan elemen krusial untuk interkoneksi komponen pada Industri 4.0. Semakin
baik dan luas jaringan, semakin banyak pihak yang dapat mengimplementasi
teknologi yang dibutuhkan.
Peluang lainnya
adalah pada sektor-sektor industri itu sendiri. Peluang dapat dimaksimalkan
jika kita tahu sektor mana yang cocok untuk dieksploitasi. Berdasarkan roadmap
Making Indonesia 4.0, yang diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo pada 4 April
2018, Indonesia akan fokus pada lima sektor manufaktur unggulan, yaitu: (1)
industri makanan dan minuman, (2) tekstil dan pakaian, (3) otomotif, (4) bahan
jimia, serta (5) elektronik. Alasan dipilihnya lima area manufaktur tersebut
adalah karena area tersebut berkontribusi besar terhadap PDB serta memiliki
daya saing internasional.
Threats/Ancaman
Salah satu
dampak dari otomatisasi yang mungkin terjadi adalah semakin rendahnya serapan
tenaga kerja. Menurut Organisasi Buruh Internasional (ILO), beberapa negara
ASEAN (Indonesia, Filipina, Thailand, Vietnam dan Kamboja) akan memindahkan 56
persen pekerjaan yang dikerjakan manusia ke otomatisasi pada beberapa dasawarsa
mendatang.
Langkah Indonesia untuk Menghadapi Industri 4.0
Dari sudut
pandang perusahaan, kunci mencapai transformasi digital bagi pelaku manufaktur
ada dua: pemahaman tentang value dari teknologi baru dan kesiapan
mengadopsi/mengimplementasi teknologi baru tersebut. Karakteristik ini
didapatkan dari sebuah studi pada perusahaan-perusahaan yang memimpin industri
global.
Jika diibaratkan
Indonesia adalah sebuah perusahaan dan dua kunci itu berlaku, maka pemerintah
perlu membuat masyarakat paham akan value teknologi baru, dan siap
menggunakannya.
Presiden Joko
Widodo telah meluncurkan roadmap Indonesia untuk menghadapi Industri 4.0 pada 4
April 2018 lalu. Roadmap itu diberi nama “Making Indonesia 4.0". Terdapat
sejumlah langkah yang dijelaskan pada roadmap tersebut. Pada roadmap itu
dibahas pula langkah mana yang diprioritaskan.
Selain
langkah-langkah tersebut, pemerintah perlu mendukung dengan membuat program
pendidikan dan pelatihan vokasi bagi masyarakat. Tujuannya agar dapat
meningkatkan kompetensi sumber daya manusia, menyesuaikan dengan kebutuhan
industri saat ini. Supaya masyarakat siap mengadopsi teknologi baru. Salah satu
yang sudah diwacanakan yaitu program kurikulum berbasis kompetensi (link and
match) dengan industri.
Aspek lain yang
perlu disiapkan yaitu audit teknologi informasi. Dalam era industri 4.0, audit
TI dapat digunakan sebagai tools/alat untuk menganalisis dan mengevaluasi
penerapan teknologi pada industri di Indonesia. Harapannya akan didapatkan
gambaran mengenai penggunaan, dan tahapan yang perlu disiapkan. Selain itu,
hasil audit dapat menjadi bahan rekomendasi bagi pemerintah untuk menyiapkan
regulasi yang cocok dalam menerapkan industri 4.0.
Bagaimana Bila Tidak Dilaksanakan?
Jika
langkah-langkah tersebut tidak dilaksanakan, sudah tentu akan ketinggalan
kemajuan industri. Indonesia akan semakin sulit bersaing, jika kompetitor sudah
menerapkan industri 4.0 sedangkan kita belum. Ini dapat menghambat tujuan besar
pemerintah untuk menjadi sepuluh besar kekuatan ekonomi pada 2030.
Penutup
Bagi generasi
muda Indonesia, atau generasi apapun yang sudah melek teknologi, inilah saatnya
mengembangkan diri dengan mempelajari skill-skill yang dibutuhkan untuk
bersaing secara global di era Industri 4.0. Bukan hanya sekadar melek
teknologi, tetapi juga fasih dalam teknologi. Perkembangan teknologi yang pesat
tentu perlu diimbangi oleh jumlah ahli yang meningkat pesat pula. Usaha tiap
individu dalam menyesuaikan diri menghadapi era ini berdampak pada kualitas
human capital dan berujung pada kedigdayaan Indonesia di era ini.
Bagi pemerintah, sudah seharusnya menyiapkan SDM yang unggul dimulai dari merubah sistem pendidikan yang ada saat ini dimulai dari SD hingga Perguruan Tinggi dimana sistem pendidikan saat ini masih terbilang jauh untuk menyiapkan SDM yang unggul dalam Industri 4.0
Referensi :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar