Selasa, 08 Oktober 2019

Revolusi Industri 4.0 di Indonesia


Belakangan Industri 4.0 marak diperbincangkan. Baik itu di forum atau seminar ilmiah, ruang-ruang kelas, obrolan santai di warung kopi, hingga orasi ketua-ketua lembaga pada acara kaderisasi. Istilah ini kerap dibicarakan berbarengan pula dengan istilah teknologi hits lainnya seperti ‘Artificial Intelligence’, ‘Internet of Things’, ‘Machine Learning’, atau ‘Cyber-physical System’. Saya akan sedikit membahas tentang era industri 4.0 dan bagaimana posisi Indonesia pada era ini.

Apa itu Revolusi Industri?

Pertama, kita lihat dulu definisi dari revolusi industri itu sendiri. Revolusi industri secara simpel artinya adalah perubahan besar dan radikal terhadap cara manusia memproduksi barang. Perubahan besar ini tercatat sudah terjadi tiga kali, dan saat ini kita sedang mengalami revolusi industri yang keempat. Setiap perubahan besar ini selalu diikuti oleh perubahan besar dalam bidang ekonomi, politik, bahkan militer dan budaya. Sudah pasti ada jutaan pekerjaan lama menghilang, dan jutaan pekerjaan baru yang muncul.

Revolusi Industri 1.0

Revolusi industri pertama adalah yang paling sering dibicarakan, yaitu proses yang dimulai dengan ditemukannya lalu digunakannya mesin uap dalam proses produksi barang. Penemuan ini penting sekali, karena sebelum adanya mesin uap, kita cuma bisa mengandalkan tenaga otot, tenaga air, dan tenaga angin untuk menggerakkan apapun.

Revolusi Industri 2.0

Revolusi industri pertama memang penting dan mengubah banyak hal. Namun, yang tak banyak dipelajari adalah revolusi industri kedua yang terjadi di awal abad ke-20. Saat itu, produksi memang sudah menggunakan mesin. Tenaga otot sudah digantikan oleh mesin uap, dan kini tenaga uap mulai digantikan dengan tenaga listrik. Namun, proses produksi di pabrik masih jauh dari proses produksi di pabrik modern dalam satu hal: transportasi. Pengangkutan produk di dalam pabrik masih berat, sehingga macam-macam barang besar, seperti mobil, harus diproduksi dengan cara dirakit di satu tempat yang sama.

Revolusi Industri 3.0

Setelah mengganti tenaga otot dengan uap, lalu produksi paralel dengan serial, perubahan apa lagi yang bisa terjadi di dunia industri? Faktor berikutnya yang diganti adalah manusianya. Setelah revolusi industri kedua, manusia masih berperan amat penting dalam produksi barang-barang, seperti udah disebutkan sebelumnya, ini adalah era industri!
Revolusi industri ketiga mengubahnya. Setelah revolusi ini, abad industri pelan-pelan berakhir, abad informasi dimulai. Kalau revolusi pertama dipicu oleh mesin uap, revolusi kedua dipicu oleh ban berjalan dan listrik, revolusi ketiga dipicu oleh mesin yang bergerak, yang berpikir secara otomatis: komputer dan robot.

Tentang Revolusi Industri 4.0

Seiring dengan semakin berkembangnya komputer dan internet, masuklah kita ke era Industri 4.0. Pada era ini, komputer dan robot mengubah cara kerja industri, yang semula sekadar otomasi, sekarang semua serba terkoneksi dan dapat berkomunikasi (bertukar data). Tidak hanya terkoneksi bertukar data, namun bahkan dapat belajar dan mengambil keputusan sendiri, atau istilahnya sudah “smart”. Kita mulai memasuki fase dimana “smart factory” akan marak.

Integrasi informasi dari berbagai sumber dan lokasi dapat merubah cara berbisnis, yang menjadi suatu siklus. Siklus ini terdiri dari tiga tahap, dan berlangsung secara kontinyu. Informasi yang didapat secara real-time mengalir dalam loop. Loop ini disebut pula PDP loop (physical-to digital- to physical).

Untuk mencapai proses ini, Industri 4.0 menggabungkan teknologi digital dan physical yang relevan, seperti analytics, natural language processing, machine learning, maupun teknologi kognitif lainnya.

Prinsip pada Industri 4.0

Agar suatu sistem dapat dikatakan sebagai Industri 4.0, maka harus menerapkan prinsip-prinsip berikut:
  • Interoperability — mesin, device, sensor dan manusia saling berkomunikasi satu sama lain.
  • Information transparency — sistem membuat copy-an virtual dari lingkungan fisik dari data-data sensor, untuk membuat konteks terhadap informasi.
  • Technical assistance — sistem punya kemampuan membantu manusia mengambil keputusan, atau membantu dalam pekerjaan-pekerjaan yang sulit atau memberatkan manusia.
  • Decentralized decision-making — kemampuan cyber-physical system untuk menjadi sebisa mungkin otonom, dan dapat mengambil keputusan sederhana secara mandiri.


SWOT Indonesia dalam Menghadapi Industri 4.0

Bagaimanakah dengan Indonesia? Sudah siapkah kita untuk tidak hanya menyambut, namun juga bersaing di era baru industri ini? Menteri Perindustrian, Airlangga Hartanto, mengatakan harapannya Indonesia dapat menjadi sepuluh besar kekuatan ekonomi global pada tahun 2030 dengan implementasi Industri 4.0 ini. Analisis SWOT yang dimiliki Indonesia untuk menghadapi Industri 4.0 secara singkat dijelaskan di bawah ini.


Strengths/Kekuatan

Dari segi populasi, Indonesia akan mendapat bonus demografi selama periode tahun 2020–2030. Populasi penduduk pada saat itu akan didominasi oleh usia produktif (15–64 tahun)mencapai 70 persen.
Dari penggunaan teknologi, pengguna aktif ponsel di Indonesia terus tumbuh signifikan. Dari 55 juta orang pada tahun 2015, menuju lebih dari 100 juta orang pada tahun 2018 (diproyeksikan).
Jumlah populasi yang aktif menggunakan teknologi merupakan kekuatan. Studi dari Jeffrey Sachs Center (2017) mencatat, bahwa lebih dari setengah penduduk ASEAN yang berjumlah 629 juta orang berusia di bawah 30 tahun; di mana 90 persennya berusia 15–24 tahun yang familiar terhadap internet dan dunia digital. Ini merupakan modal besar ke depan yang bisa menciptakan tambahan output USD 1 triliun, sehingga PDB kawasan ini mencapai USD 5,25 triliun pada 2025.

Weaknesses/Kelemahan

Kemampuan teknologi masyarakat Indonesia masih tergolong rendah. Sumber daya manusia Indonesia masih sedikit yang memiliki kapabilitas yang dibutuhkan dalam industri 4.0.

Opportunities/Peluang

Dari segi jaringan, penetrasi jaringan telekomunikasi semakin membaik. Hal ini dapat dilihat dari koneksi internet yang telah menjangkau 51,8 persen dari populasi penduduk Indonesia. Infrastruktur jaringan menyokong penggunaan internet, yang merupakan elemen krusial untuk interkoneksi komponen pada Industri 4.0. Semakin baik dan luas jaringan, semakin banyak pihak yang dapat mengimplementasi teknologi yang dibutuhkan.
Peluang lainnya adalah pada sektor-sektor industri itu sendiri. Peluang dapat dimaksimalkan jika kita tahu sektor mana yang cocok untuk dieksploitasi. Berdasarkan roadmap Making Indonesia 4.0, yang diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo pada 4 April 2018, Indonesia akan fokus pada lima sektor manufaktur unggulan, yaitu: (1) industri makanan dan minuman, (2) tekstil dan pakaian, (3) otomotif, (4) bahan jimia, serta (5) elektronik. Alasan dipilihnya lima area manufaktur tersebut adalah karena area tersebut berkontribusi besar terhadap PDB serta memiliki daya saing internasional.

Threats/Ancaman

Salah satu dampak dari otomatisasi yang mungkin terjadi adalah semakin rendahnya serapan tenaga kerja. Menurut Organisasi Buruh Internasional (ILO), beberapa negara ASEAN (Indonesia, Filipina, Thailand, Vietnam dan Kamboja) akan memindahkan 56 persen pekerjaan yang dikerjakan manusia ke otomatisasi pada beberapa dasawarsa mendatang.


Langkah Indonesia untuk Menghadapi Industri 4.0

Dari sudut pandang perusahaan, kunci mencapai transformasi digital bagi pelaku manufaktur ada dua: pemahaman tentang value dari teknologi baru dan kesiapan mengadopsi/mengimplementasi teknologi baru tersebut. Karakteristik ini didapatkan dari sebuah studi pada perusahaan-perusahaan yang memimpin industri global.
Jika diibaratkan Indonesia adalah sebuah perusahaan dan dua kunci itu berlaku, maka pemerintah perlu membuat masyarakat paham akan value teknologi baru, dan siap menggunakannya.
Presiden Joko Widodo telah meluncurkan roadmap Indonesia untuk menghadapi Industri 4.0 pada 4 April 2018 lalu. Roadmap itu diberi nama “Making Indonesia 4.0". Terdapat sejumlah langkah yang dijelaskan pada roadmap tersebut. Pada roadmap itu dibahas pula langkah mana yang diprioritaskan.

Selain langkah-langkah tersebut, pemerintah perlu mendukung dengan membuat program pendidikan dan pelatihan vokasi bagi masyarakat. Tujuannya agar dapat meningkatkan kompetensi sumber daya manusia, menyesuaikan dengan kebutuhan industri saat ini. Supaya masyarakat siap mengadopsi teknologi baru. Salah satu yang sudah diwacanakan yaitu program kurikulum berbasis kompetensi (link and match) dengan industri.
Aspek lain yang perlu disiapkan yaitu audit teknologi informasi. Dalam era industri 4.0, audit TI dapat digunakan sebagai tools/alat untuk menganalisis dan mengevaluasi penerapan teknologi pada industri di Indonesia. Harapannya akan didapatkan gambaran mengenai penggunaan, dan tahapan yang perlu disiapkan. Selain itu, hasil audit dapat menjadi bahan rekomendasi bagi pemerintah untuk menyiapkan regulasi yang cocok dalam menerapkan industri 4.0.

Bagaimana Bila Tidak Dilaksanakan?

Jika langkah-langkah tersebut tidak dilaksanakan, sudah tentu akan ketinggalan kemajuan industri. Indonesia akan semakin sulit bersaing, jika kompetitor sudah menerapkan industri 4.0 sedangkan kita belum. Ini dapat menghambat tujuan besar pemerintah untuk menjadi sepuluh besar kekuatan ekonomi pada 2030.

Penutup

Bagi generasi muda Indonesia, atau generasi apapun yang sudah melek teknologi, inilah saatnya mengembangkan diri dengan mempelajari skill-skill yang dibutuhkan untuk bersaing secara global di era Industri 4.0. Bukan hanya sekadar melek teknologi, tetapi juga fasih dalam teknologi. Perkembangan teknologi yang pesat tentu perlu diimbangi oleh jumlah ahli yang meningkat pesat pula. Usaha tiap individu dalam menyesuaikan diri menghadapi era ini berdampak pada kualitas human capital dan berujung pada kedigdayaan Indonesia di era ini.

Bagi pemerintah, sudah seharusnya menyiapkan SDM yang unggul dimulai dari merubah sistem pendidikan yang ada saat ini dimulai dari SD hingga Perguruan Tinggi dimana sistem pendidikan saat ini masih terbilang jauh untuk menyiapkan SDM yang unggul dalam Industri 4.0 


Referensi :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar